Home - Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Selamat Datang

di Website Resmi Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Pengembangan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kota Tebing Tinggi

Penulis : Dewi Ayu Larasati

Menurut arti katanya, pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata, yaitu kata ‘pari’ berarti penuh, seluruh, atau semua dan kata ‘wisata’ yang bermakna perjalanan. Dalam UU Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Ada beberapa alasan mengapa sektor pariwisata harus dikembangkan di Indonesia. Pertama, sektor pariwisata merupakan salah satu penopang perekonomian Indonesia. Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) dalam laporan Tourism Trends and Policies 2022 menyebutkan pada 2019, sektor pariwisata menyumbang 5,0% dari pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia. Namun, hantaman pandemi Covid-19 di 2020 mengakibatkan turunnya kontribusi pariwisata terhadap PDB sebesar 56% yaitu menjadi hanya 2,2% dari total ekonomi.

Kedua, menjadi penyumbang devisa utama. Memiliki karakteristik quick yielding, pariwisata akan mendorong negara untuk menghasilkan devisa lebih cepat dibandingkan dengan ekspor yang dilakukan secara konvensional. Hal ini seperti yang ditekankan oleh Bank Indonesia bahwa pentingnya sektor pariwisata bagi perekonomian Indonesia karena menjadi penyumbang terbesar kedua setelah kelapa sawit (dikutip dari cnbcindonesia.com, 19 Maret 2019).

Ketiga, sektor pariwisata mampu memberikan kontribusi positif bagi suatu daerah. Dengan adanya tempat – tempat wisata di daerah, dapat memberikan manfaat bagi perekonomian masyarakat setempat, serta membantu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 

Keempat, adanya pemerataan kesejahteraan. Dengan adanya pembangunan objek wisata secara langsung dan tidak langsung dapat meningkatkan kesempatan kerja dan tempat usaha. Apalagi sektor pariwisata menimbulkan multiplier effect yang positif terutama di bidang perekonomian, dimana masyarakat setempat banyak memanfaatkan tempat – tempat wisata sebagai ladang untuk mencari nafkah, misalnya dilihat dari segi akomodasi, hotel, restoran, angkutan wisata, taman rekreasi dan cendera mata.  Satu objek wisata yang dikelola dengan baik, tentunya akan memberi peluang belasan usaha ekonomi dan membuka kesempatan kerja bagi puluhan hingga ratusan orang.

Semakin banyak wisatawan yang mendatangi wilayah itu, tentu semakin banyak mereka membelanjakan uangnya di daerah tersebut. Pendapatan pun semakin banyak, baik pendapatan pemerintah melalui retribusi dan pajak-pajak usaha maupun pendapatan tunai yang langsung diterima oleh usaha pariwisata dan warga masyarakat. Sejalan dengan apa yang dinyatakan mantan Menteri Pariwisata Indonesia, Dr. Ir. AriefYahya, M.Sc. bahwa pariwisata akan mampu memutus rantai kemiskinan, pengangguran, juga kesenjangan dengan cepat dan tepat, selain itu pariwisata akan menjadi core economy negara ini ke depan (dikutip dari travel.tempo.co, 29/8/2016).

Kelima, terjadi pelestarian budaya, karena pariwisata turut membantu perlindungan dan pelestarian budaya serta adat istiadat yang ada di destinasi. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Almarhum Prof. Mundarjito, Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia, bahwa setiap pelestarian budaya mesti berdampak bagi kesejahteraan masyarakat, karena budaya selain sebagai sumber nilai dan identitas bangsa, dapat menjadi komoditas yang berperan penting dalam peningkatan ekonomi.

Indonesia sebagai wilayah negara yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke memiliki potensi pariwisata yang besar. Selain kaya dengan sumber daya alam (natural resources), Indonesia juga kaya akan diversitas suku, etnis dan budaya yang kini dikenal dengan kearifan lokal atau Local Wisdom.

Namun pada tataran praktik banyak ditemui realita bahwa pariwisata berbasis kearifan lokal masih sangat terbatas untuk dipromosikan. Penyebabnya beragam, mulai dari kinerja implementator belum maksimal, pendekatan topdown yang menyebabkan rendahnya partisipasi masyarakat, hingga lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang justru menghalangi pengembangan pariwisata berbasis kearifan lokal (Jupir, 2013).

Kearifan lokal sesungguhnya memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan ekonomi asal digarap dengan baik dan terprogram. Terlebih kearifan lokal juga menjadi poin penting ketika berbicara tentang pariwisata berkelanjutan. Apabila suatu destinasi wisata mempertahankan tata cara tradisionalnya, maka dapat dipastikan mereka bisa bertahan lama. Karena pengelolaan pariwisata berbasis kearifan lokal sejatinya mengacu pada prinsip-prinsip yang menekankan pada nilai-nilai kelestarian lingkungan, komunitas lokal dan nilai-nilai sosial daerah tersebut. Hal ini seperti yang tertulis secara yuridis formal dalam Pasal 1 ayat (30) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 yang menyatakan bahwa kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat, termasuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Oleh karena pariwisata sebagai sektor jasa berbasis kreatif, tidak hanya diartikan sekadar upaya membangun pariwisata yang eksploitatif seperti pembangunan infrastruktur spektakuler, atau properti yang elegan, tetapi juga perlu memaksimalkan potensi daerah atau kearifan lokal yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat sekitar juga lingkungannya.

Pengembangan pariwisata berbasis kearifan lokal dapat dimulai dengan pemanfaatan potensi-potensi lokal (local potentialities), sebab pada dasarnya setiap daerah memiliki kearifan lokal yang unik sehingga menjadi karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan daerah lain.  Keunikan tersebut yang menjadi bagian penting untuk menghidupkan wisata di daerah, sebagai contoh, produk pertanian, kerajinan tangan, atau keunikan lainnya yang dapat dijadikan daya tarik bagi wisatawan. Melalui pengembangan produk-produk lokal ini, desa dapat menciptakan pendapatan tambahan dan mempromosikan keberlanjutan.

Kota Tebing Tinggi yang merupakan salah satu pemerintahan kota dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara juga memiliki potensi pariwisata yang besar. Terletak pada posisi strategis sebagai kota segi tiga emas, yaitu jalur perlintasan utama Sumatera, yaitu menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera serta sebagai kota buffer (penyangga) untuk 4 Kawasan Strategi Nasional (KSN) seperti; Pelabuhan Kuala Tanjung, Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke, Bandara Kualanamu, dan Danau Toba sebagai pariwisata terbesar di Sumatera Utara, tentu dapat menjadi nilai tambah bagi Kota Tebing Tinggi dalam menunjang pertumbuhan ekonominya. Apalagi kawasan ini juga tersedia jalur kereta api yang bisa terintegrasi dengan kota lain.

Dihuni oleh beragam etnis dan budaya, Kota Tebing Tinggi jelas memiliki potensi lokal yang luar biasa untuk pengembangan pariwisata. Nilai strategis budaya lokal tersebut tentunya dapat menjadi inspirasi daerah untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata.

Namun besarnya potensi budaya lokal di Kota Tebing Tinggi belum digali secara optimal, ditambah lagi pengemasan wisata berbasis kearifan lokal masih cederung monoton. Hal inilah yang menjadi faktor utama dalam terhambatnya perkembangan pariwisata di Kota Tebing Tinggi.

Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antara pemerintah kota dan daerah, masyarakat, serta pihak terkait agar potensi lokal tersebut dapat menjadi lahan produktif bagi masyarakat untuk dimanfaatkan sebagai sumber pertumbuhan produktivitas serta kreativitas kerja masyarakat yang kompetitif. Sehingga, hasil outputnya dapat berdampak pada perubahan kehidupan ekonomi masyarakat yang lebih optimal khususnya masyarakat desa dengan kearifan lokal dimilikinya. Di samping itu, upaya pelestarian nilai kearifan lokal ini menjadi hal yang penting agar kegiatan pariwisata tidak melupakan nilai budaya dan spirit lokal Tebing Tinggi.

Pengembangan  pariwisata berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan pertumbuhan pariwisata di Kota Tebing Tinggi dapat dilakukan dengan melihat potensi unggulan dengan menggunakan strategi klaster, yaitu klaster wisata sejarah, klaster seni budaya, klaster wisata religi, serta klaster oleh-oleh khas lokal (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah/UMKM).

Berikut uraian pada setiap klaster.

Kluster Wisata Sejarah (Heritage Culture)

Kawasan bersejarah di sebuah lokasi bisa menjadi modal utama pengembangan sektor pariwisata. Keberadaan bangunan sejarah, situs atau monumen dengan keunikan arsitektur bangunan yang dilengkapi dengan nilai sejarah dan budaya yang melekat pada masing-masing bangunan tersebut, tentu merupakan potensi terhadap pengembangan heritage tourism atau wisata warisan budaya sebagai alternatif pengembangan pariwisata di perkotaan. 

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Cor Dijkgraaf, anggota tim pakar dari pengembangan kawasan bersejarah dari Leiden University, Belanda seperti yang dikutip dari finance.detik.com (9/5/2006) bahwa “peninggalan bersejarah membuat sebuah kota menjadi unik. Membedakan kota satu dengan kota lainnya berbeda. Ini menjadikan alasan orang mau berkunjung. Tidak ada orang yang mau berkunjung ke kota yang isinya hanya gedung bertingkat.”

Kota Tebing Tinggi memiliki banyak bangunan sejarah yang beraneka ragam seperti Istana Kerajaan Negeri Padang dan Rumah Adat Puri Melayu Sri Menanti. Ada pula makam bersejarah seperti makam keramat Datuk Bandar Kajum pendiri Kota Tebing Tinggi, serta makam Datuk Kanjang di Sungai Sigiling.

Museum sebagai wadah untuk melestarikan peninggalan bersejarah juga ada di kota ini, yaitu Museum Kota Tebing Tinggi. Gedung museum ini awalnya merupakan bangunan bekas kantor Belanda, lalu sempat dialihfungsikan sebagai balai kota, hingga akhirnya digunakan sebagai sebuah museum.

Namun sayangnya, keberadaan bangunan-bangunan bersejarah tersebut belum dioptimalkan atau belum dikelola secara serius. Seperti halnya Istana Kerajaan Negeri Padang. Bangunan berbentuk rumah panggung dengan corak khas Melayu peninggalan Raja Teuku Hasyim, Raja Kerajaan Melayu ke XII dari Kerajaan Negeri Padang tersebut, keberadaannya masih banyak belum diketahui oleh masyakarat luas. Apalagi ruangan istana ini belum sepenuhnya terbuka untuk umum, karena berada di bawah pengelolaan ahli waris, dimana terdapat tanda peringatan yang menyebutkan bahwa orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk tanpa izin. Padahal istana yang sudah berusia kurang lebih dari dua abad itu, dapat menjadi wadah pembelajaran untuk mengenalkan kembali cerita sejarah kota Tebing Tinggi di bawah kejayaan Raja Tengku Hasyim, serta mengenalkan kepada masyarakat benda-benda bersejarah peninggalan para Raja yang tersimpan hingga saat ini.

Museum Kota Tebing Tinggi yang sejak tahun 2019 pengelolaannya di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, juga belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Museum tentu sangat berperan sebagai representasi sejarah Kota Tebing Tinggi, yang apabila jejak-jejak sejarah sebagai peninggalan dari masa lalu itu hilang, maka akan berakibat pada hilangnya identitas suatu komunitas.

Untuk itu kawasan wisata sejarah di Kota Tebing Tinggi butuh dibenahi dan disosialisasikan kepada masyarakat untuk menarik kunjungan wisatawan. Bila perlu dengan merenovasi bangunan-bangunan lama dengan tidak merubah bentuk aslinya.

Selain itu, kawasan wisata sejarah perlu dihidupkan kembali, semisal dengan dilengkapi dengan kuliner, tempat-tempat perbelanjaan hingga pusat oleh-oleh. Dengan memaksimalkan warisan sejarah ini nyatanya akan memberikan dampak ekonomi yang besar.

Kota Penang contohnya, sebagai kota warisan budaya dunia di Malaysia, mampu memberi dampak besar bagi perekonomian kawasan tersebut, bahkan negara Malaysia secara keseluruhan. Keunggulan Penang adalah bangunan bersejarahnya yang masih bertahan dalam bentuk aslinya dan masih terawat. Bahkan untuk mempertahankan bangunan-bangunan bersejarah di Penang, pemerintah setempat memberikan insentif khusus berupa keringanan pajak, sehingga masyarakat setempat tidak membongkar bangunan yang dimilikinya.

Oleh karena itu, untuk menjalankan hal tersebut perlu ada kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahkan pihak swasta dalam menyediakan infrastruktur pendukung yang sejalan dengan rencana pengembangan kawasan dengan tidak menghilangkan nilai sejarah dari kawasan yang akan dikembangkan.

Kesemua upaya ini diharapkan dapat mengubah citra dan wajah bangunan-bangunan sejarah yang ada di Kota Tebing Tinggi agar menjadi lebih menarik dan lebih prima sehingga dapat turut meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Terlebih dengan melestarikan cagar budaya dan nilai-nilai sejarah yang ada di kota tersebut, masyarakat antar generasi akan dapat menikmatinya dan menjadi wahana pembelajaran serta rujukan untuk menimbang langkah-langkah bangsa ke depan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Khalil Gibran, “he who denies heritage, no heritage”.

Kluster Seni Budaya

Keberadaan seni dan budaya tradisional yang berkembang di suatu daerah dapat menjadi atraksi wisata yang menarik bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Oleh karena itu, perlu upaya mengembangkan serta menghidupkan kesenian tradisional sebagai aset wisata, sehingga diharapkan sektor pariwisata di daerah bisa berkembang, dengan meningkatnya kunjungan wisatawan.

Kota Tebing Tinggi memiliki keunikan dalam seni budaya. Seperti contohnya Tarian Lemang. Tari ini terbilang unik karena terinspirasi dari proses pembuatan lemang yang selama ini menjadi ikon Kota Bukit Tinggi. Tari ini tentunya dapat dijadikan atraksi kesenian yang memukau karena kekhasannya dan juga merupakan hasil karya asli dari putra putri Kota Tebing Tinggi.

Namun minimnya tarian tradisional di Kota Bukit Tinggi, membuat pemerintah daerah perlu melakukan strategi lewat eksplorasi seni budaya masyarakat seperti menggalakkan lomba atau festival seni budaya untuk memancing para seniman/budayawan lokal terus bergairah melahirkan karya-karya terbaik mereka.

Di samping itu, sanggar-sanggar seni budaya yang ada perlu dihidupkan agar daya tarik wisata Kota Tebing Tinggi semakin menggeliat. Hal ini juga dilakukan dalam rangka mensejahterakan pelaku atau para pekerja seni.

Seperti halnya sentra budaya yang ada di Rumah Adat Puri Melayu Sri Menanti yang  meliputi; sanggar seni tari tradisional, silat melayu, hingga kelas menenun songket jika dibina dan dikembangkan secara maksimal tentu sangat potensial mendukung industri pariwisata Kota Tebing Tinggi.

Atraksi silat Melayu yang rutin diselenggarakan dalam acara Festival Budaya Silat Melayu tahunan misalnya, juga akan sangat membantu dalam menggaungkan Kota Tebing Tinggi sebagai destinasi wisata baru dan bisa berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat.

Klaster Wisata Religi

Wisata religi merupakan aktivitas perjalanan atau kunjungan yang dilakukan untuk menambah wawasan keagamaan. Dalam arti luas, wisata religi menurut Sanchez et al. dalam Kumoro dkk.(2019:177) adalah setiap perjalanan yang dimotivasi, baik secara eksklusif atau sebagian, oleh alasan agama. Namun dalam kenyataannya, masalah agama bukanlah satu-satunya yang dipertimbangkan oleh pengunjung dalam melakukan perjalanan religi, tetapi juga oleh budaya, tradisi, spiritual, lanskap, serta interaksi dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, dengan adanya destinasi wisata religi diharapkan pengunjung akan mendapatkan pengalaman unik dalam mempelajari budaya, tradisi, dan nilai-nilai spiritual yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Beberapa tahun terakhir wisata religi di Indonesia mulai berkembang, dimana wisata religi yang paling banyak dikunjungi adalah wisata religi bertemakan Islam. Tidak heran mengapa wisata religi Islam menjadi salah satu daya tarik, karena sebagian besar penduduk di Indonesia beragam Islam.

Kota Tebing Tinggi adalah salah satu daerah yang memiliki daya tarik wisata bertemakan Islam, karena mayoritas penduduk yang mendiami kota ini beragama Islam. Tempat unggulan yang dapat dijadikan wisata religi adalah Masjid Raya Nur Addin dan Masjid Agung.

Masjid Raya Nur Addin telah menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya Kota Tebing Tinggi. Selain fungsi utamanya digunakan untuk beribadah, masjid ini juga memiliki nilai-nilai sejarah keislaman yang cukup kental. Masjid yang bercorak arsitektur Melayu ini merupakan masjid tertua di Kota Tebing Tinggi warisan peninggalan Kerajaan Negeri Padang.

Dibangun pada tahun 1861 masa pemerintahan Tengku Haji Muhammad Nurdin, masjid ini menjadi bukti kuat bahwa pernah ada peradaban, terutama peradaban yang dimiliki oleh Kerajaan Negeri Padang. Masjid ini menjadi simbol kehadiran dan perkembangan Islam di wilayah Tebing Tinggi karena masjid ini ditujukan sebagai tempat ibadah dan syiar-syiar Islam serta untuk mempersatukan umat Islam di bawah pemerintahan Kerajaan Negeri Padang saat itu.

Selain nilai sejarahnya, masjid ini juga memiliki daya tarik dari segi keindahan arsitekturnya. Sebagai masjid yang dibangun pada pertengahan abad ke-19, Masjid Raya Nur Addin memiliki keunikan dan kekhasan yang sangat berbeda dengan masjid-masjid Melayu yang sezaman dengannya. Biasanya, masjid-masjid Melayu lainnya menggunakan kubah persegi delapan, dan satu menara tinggi pada bagian depannya. Namun Masjid Raya Nur Addin Tebing Tinggi cukup unik, masjid ini memiliki kubah berbentuk kerucut, dan pada bagian atasnya terdapat sebuah kubah berbentuk persegi delapan. Selain itu, masjid ini memiliki dua menara kembar berwarna putih pada bagian depannya. Masjid ini juga sangat kaya akan ornamen-ornamen khas Melayu, dan dihiasi dengan warna putih, kuning, dan hijau sebagai warna kebesaran dari etnik Melayu.

Sampai sekarang, bangunan masjid ini seluruhnya masih sama dengan bangunan awalnya, hal tersebut dapat kita lihat pada bagian pintu, jendela, lukisan kaligrafi di dinding masjid, dan sumur tua yang berusia sama dengan masjid tersebut.

Masjid Agung Tebing Tinggi juga tak kalah menarik untuk dijadikan wisata religi. Masjid yang diresmikan tahun 2019 ini memiliki pesona arsitektur yang unik dan didesain cukup megah dengan didominasi warna putih, abu-abu, dan hitam, telah menjadi ikon baru Kota Tebing Tinggi.

Terdapat dua menara beratap kubah yang tingginya mengapit bangunan masjid. Sedangkan bangunan utama memiliki kubah besar di tengah, dan empat kubah di setiap sisi. Di dalam masjid, terdapat mimbar yang masih mengandalkan material kayu dengan kubah di atasnya.

Tidak jauh dari Masjid Agung terdapat Islamic Centre yang mampu menampung sekitar seribu pengunjung. Umumnya berbagai acara keagamaan tingkat provinsi dan nasional diselenggarakan di tempat ini. Tentunya fasilitas tersebut bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Posisi masjid yang strategis, yaitu di Jalan Medan-Tebing Tinggi, Kelurahan Lalang, Kecamatan Rambutan, atau tak jauh dari Simpang Beo, Kota Tebing Tinggi, tentu memudahkan masyarakat mengunjunginya. Apalagi tersedia lapak pedagang makanan dan minuman.

Klaster Oleh-oleh Khas Lokal

Jika kita mengunjungi suatu daerah, maka rasanya tidak afdal kalau tidak membawa buah tangan. Oleh-oleh khas lokal seperti makanan atau minuman khas, kerajinan tangan, cendera mata sesungguhnya dapat meningkatkan performa pariwisata di tempat tersebut serta mendukung UMKM untuk berkembang.

Selain untuk mempopulerkan tempat secara harfiah, oleh-oleh khas lokal juga berpotensi untuk memperkenalkan aspek-aspek lain yang masih berhubungan dengan tempat itu juga. Dalam hal ini, oleh-oleh khas tidak hanya sekadar souvenir yang bisa dibawa pulang, namun juga memiliki nilai filosofi yang mencerminkan rangkaian sejarah tentang manusia, tempat, dan cerita kerja keras menghasilkannya.

Kota Tebing Tinggi memiliki beragam oleh-oleh khas lokal. Dari segi kuliner, kota ini dikenal sebagai penghasil kuliner khas yang lezat seperti lemang batok, halua, kue kacang, jus terong belanda, teri bajak, serta aneka cemilan khas lainnya yang sudah dikenal turun temurun. Bahkan, beberapa produsen oleh-oleh makanan khas daerah enggan membuka cabang di daerah yang lain. Hal itu perlu dilakukan agar daerah tersebut bisa menjadi tujuan wisata dan wisata kuliner warga.

Selain makanan khas, kota yang mendapat julukan ‘Kota Lemang’ ini juga dikenal sebagai penyumbang karya warisan budaya khas nusantara, salah satunya ialah kain tenun songket Melayu yang dinilai mampu memikat para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Kerajinan tenun songket Melayu adalah budaya asli Kota Tebing Tinggi dan merupakan kreatifitas seni yang turun-temurun dari Suku Melayu. Namun budaya yang satu ini mulai tergerus zaman. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti, kemajuan zaman dan perkembangan teknologi, kemudian makin sedikitnya sumber daya manusia yang tertarik untuk menenun songket, marketplace yang masih minim, serta promosi yang rendah. Padahal kain tenun songket ini dikenal sebagai kain tenun songket berkualitas tinggi, baik dari bahan maupun tenunannya, bahkan sempat berjaya di era tahun 1992 hingga tahun 2005.

Kini hanya ada dua lokasi pengrajin tenun songket Melayu di ‘Kota Lemang’ ini, yaitu di  Pondok Pesantren Modern binaan yayasan Al Hasyimiyah, Kelurahan Padang Merbau, serta di Rumah Adat Puri Melayu Sri Menanti.

Oleh karena itu, perlu adanya komitmen pemerintah daerah untuk memajukan industri tenun songket Melayu dengan cara memfasilitasi sarana dan prasarana serta mengedukasi para perajin atau pedagang dalam meningkatkan nilai jual dan mengajarkan dalam pemasaran.

Penutup

Kearifan lokal dapat menjadi salah satu elemen penting dalam membangun brand destinasi di daerah-daerah yang memiliki budaya dan kearifan lokal yang sangat kaya seperti Kota Tebing Tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dengan mensinergikan antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat dalam mengembangkan sektor wisata berbasis kearifan lokal di Kota Tebing Tinggi. Jika hal ini dikembangkan dan dikreasikan akan menjadi salah satu destinasi yang sangat menarik untuk wisatawan dan sudah pasti akan berkembang dan berdampak langsung kepada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Daftar Pustaka

Aditiasari, Dana. Pelestarian Bangunan Sejarah Bisa Dongkrak Perekonomian Negara. 9 Mei 2016.

(https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3206139/pelestarian-bangunan-bersejarah-bisa-dongkrak-perekonomian-negara)

Anggit, Iswari. BI: Pariwisata Bisa Jadi Penyumbang Devisa Terbesar Kedua. 19 Maret 2019.

(https://www.cnbcindonesia.com/market/20190319084140-17-61460/bi-pariwisata-bisa-jadi-penyumbang-devisa-terbesar-kedua)

Budaya Tenun Songket Melayu Khas Tebing Tinggi Hampir Terlupakan. 15 Juli 2021.

(https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2021/07/15/139245/budaya_tenun_songket_melayu_khas_tebing_tinggi_hampir_terlupakan/)

Chandra, Rudi. Mengagumi Istana Negeri Padang di Kota Tebing Tinggi. 8 Oktober 2016.

(https://travel.detik.com/cerita-perjalanan/d-5394936/mengagumi-istana-negeri-padang-di-kota-tebing-tinggi)

Istana Kerajaan Negeri Padang. 2021.

(https://cagarbudaya.sumutprov.go.id/article/cagar/istana-kerajaan-negeri-padang-61650117b2e6e)

Jelajah Museum Kota Tebing Tinggi. 2023.

https://museum.co.id/directory-museum/listing/museum-kota-tebing-tinggi/

Jupir, M. M. “Implementasi Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal (Studi di Kabupaten Manggarai Barat)”. Journal of Indonesian Tourism and Development Studies. Vol 1 No 1, (2013) 28-36.

Kumoro, Nindyo Budi, dkk. Menaksir Gerak dan Arah Pembangunan Indonesia Timur. Malang: Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya. 2019

Masjid Raya Tebing Tinggi, Peninggalan Kerajaan Negeri Padang. 20 Juli 2023.

(https://suaramasjid.com/masjid-raya-tebing-tinggi-peninggalan-kerajaan-negeri-padang/)

Pariwisata, Jalan Baru Atasi Kemiskinan. 29 Agustus 2016.

(https://travel.tempo.co/read/799872/pariwisata-jalan-baru-atasi-kemiskinan)

Purwanto, Antonius. Kota Lemang dalam Jejak Sejarah Kerajaan Padang.  15 Juni 2023.

(https://kompaspedia.kompas.id/baca/profil/daerah/kota-tebing-tinggi-kota-lemang-dalam-jejak-sejarah-kerajaan-padang)

Purwowidhu, CS. Kian Melesat di 2023, Pariwisata Indonesia Bersiap Menuju Level Prapandemi. 16 Mei 2023.

(https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/kian-melesat-di-2023-pariwisata-indonesia-bersiap-menuju-level-prapandemi)

Simanjuntak, Bungaran Antonius, dkk. Sejarah Pariwisata Menuju Perkembangan Pariwisata Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2015

Supriyanto, dkk. Islam and Local Wisdom: Religious Expression in Southeast Asia. Yogyakarta: Penerbit Deepublish. 2018

Tarian Lemang dari Tebing Tinggi Tampil di PRSU Pekan Depan. 28 Maret 2019.

(https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2019/03/28/70566/tarian_lemang_dari_tebing_tinggi_tampil_di_prsu_pekan_depan/)

Tentang Tebing Tinggi. 28 Juni 2021.

https://www.tebingtinggikota.go.id/page/tentang-tebing-tinggi

Utama, I Gusti Bagus Rai. Pemasaran Pariwisata. Yogyakarta:  Penerbit ANDI. 2017

Warisan Budaya Sumber Inspirasi untuk Memperkokoh Jati Diri Bangsa. 8 April 2021.

(https://www.mpr.go.id/berita/Warisan-Budaya-Sumber-Inspirasi-untuk-Memperkokoh-Jati-Diri-Bangsa)

Widyanti, Ni Nyoman Wira. Mengenal Rumah Adat Puri Melayu Sri Menanti di Sumatera Utara.

(https://travel.kompas.com/read/2022/06/24/190600227/mengenal-rumah-adat-puri-melayu-sri-menanti-di-sumatera-utara)

Komentar