Home - Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Selamat Datang

di Website Resmi Pemerintah Kota Tebing Tinggi

MENGAPA MEMILIKI RUMAH MENJADI MIMPI MAHAL BAGI GENERASI MUDA

Memiliki rumah sendiri merupakan impian banyak orang, terutama bagi generasi muda yang baru memulai perjalanan hidupnya. Namun, kenyataannya kini, impian untuk memiliki rumah terasa semakin sulit dijangkau. erdasarkan survei Populix pada 2023, sekitar 61% anak muda Indonesia yang berusia 24-39 tahun mengalami kesulitan untuk membeli rumah sendiri. Salah satu penyebab utamanya adalah harga rumah yang terus naik setiap tahunnya.

Dalam Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Triwulan II 2023 yang dilakukan oleh Bank Indonesia, tercatat harga hunian residensial di pasar primer secara tahunan melanjutkan tren peningkatan, yakni sebesar 1,92% year-on-year, lebih tinggi dibandingkan kenaikan triwulan sebelumnya sebesar 1,79%. Sementara itu, pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada triwulan II 2024 tercatat sebesar 1,76% year-on-year, sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2024 sebesar 1,89%. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga pernah menyinggung masalah ini pada Juli 2022. Ia menyatakan bahwa anak muda membutuhkan rumah, tetapi sering kali tidak mampu membelinya karena harga rumah lebih tinggi dibandingkan daya beli mereka. Lalu, apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini terjadi?

1. Harga Properti yang Terus Meroket
Salah satu alasan utama mengapa memiliki rumah menjadi tantangan bagi generasi muda adalah lonjakan harga properti yang terus meningkat. Di banyak kota besar, harga tanah dan bangunan mengalami kenaikan yang sangat pesat, jauh melebihi kemampuan daya beli masyarakat, terutama generasi muda yang baru memulai karir atau belum memiliki penghasilan stabil.

Harga rumah yang tinggi ini seringkali tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan yang diterima oleh generasi muda. Bahkan, untuk membeli rumah pertama, banyak dari mereka harus menabung bertahun-tahun atau mengandalkan pinjaman KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan bunga tinggi yang membebani mereka dalam jangka panjang.

2. Kesenjangan Antara Pendapatan dan Biaya Hidup
Selain kenaikan harga properti, kesenjangan antara pendapatan dan biaya hidup juga menjadi faktor besar yang memperburuk situasi. Banyak generasi muda yang memiliki gaji yang relatif kecil dibandingkan dengan biaya hidup yang tinggi, mulai dari harga makanan, transportasi, hingga kebutuhan lainnya.

Di banyak kota besar, tempat tinggal atau sewa apartemen bahkan bisa lebih mahal daripada membeli rumah di kota kecil. Hal ini semakin memperburuk peluang bagi mereka yang ingin memiliki rumah pertama. Keinginan untuk berinvestasi dalam properti harus bersaing dengan kebutuhan hidup yang semakin mendesak.

3. Kesulitan Mengakses Pembiayaan
Bagi mereka yang berusaha membeli rumah melalui skema kredit, proses pengajuan KPR bisa sangat rumit. Banyak bank atau lembaga keuangan yang mensyaratkan sejumlah persyaratan ketat, seperti jaminan, penghasilan tetap yang cukup tinggi, dan pembayaran uang muka yang besar. Hal ini tentu saja menjadi hambatan bagi generasi muda yang sering kali belum memiliki riwayat kredit yang baik atau tabungan yang cukup besar untuk memenuhi uang muka.

Selain itu, bunga KPR yang tinggi menjadi beban tambahan. Di beberapa negara, suku bunga KPR dapat mencapai angka yang cukup memberatkan, terutama bagi mereka yang baru memulai karir dan belum memiliki kestabilan finansial jangka panjang.

4. Gaya Hidup yang Berubah
Generasi muda juga cenderung memiliki preferensi gaya hidup yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Banyak dari mereka yang lebih memilih untuk menyewa tempat tinggal atau tinggal di apartemen kecil di pusat kota sebagai alternatif daripada membeli rumah besar di pinggiran kota. Keinginan untuk lebih fleksibel dalam memilih tempat tinggal dan bekerja di berbagai lokasi, ditambah dengan preferensi untuk gaya hidup urban, mengurangi motivasi untuk membeli rumah.

Faktor ini, meskipun memberikan kenyamanan bagi banyak orang, justru menambah tantangan bagi mereka yang ingin membeli rumah, karena mereka lebih cenderung memilih opsi yang lebih terjangkau dan sesuai dengan kebutuhan jangka pendek.

5. Pengaruh Kebijakan Pemerintah
Beberapa kebijakan pemerintah juga terkadang memperburuk keadaan. Di beberapa negara, kebijakan perpajakan atau pembatasan pembangunan properti membuat harga rumah semakin melonjak. Selain itu, program subsidi perumahan yang terbatas dan tidak merata membuat generasi muda kesulitan untuk mengakses rumah yang layak.

Program rumah murah yang ditawarkan oleh pemerintah seringkali memiliki lokasi yang jauh dari pusat kota atau membutuhkan waktu tunggu yang panjang. Hal ini membuat banyak orang muda merasa bahwa memiliki rumah impian mereka adalah hal yang sangat sulit dicapai.

6. Tekanan Sosial dan Ekspektasi Keluarga
Dalam beberapa budaya, tekanan sosial untuk memiliki rumah sebelum usia tertentu sering kali sangat besar. Ekspektasi keluarga dan masyarakat untuk membeli rumah, terutama di usia muda, dapat memberikan tekanan psikologis yang besar. Namun, dengan kondisi ekonomi yang sulit, banyak orang muda merasa frustrasi karena tidak bisa mencapai impian tersebut sesuai dengan waktu yang diinginkan.

7. Pengaruh Pandemi dan Ketidakpastian Ekonomi
Pandemi COVID-19 juga mempengaruhi stabilitas ekonomi banyak orang. Banyak yang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan yang signifikan. Ketidakpastian ekonomi ini, ditambah dengan fluktuasi harga barang dan jasa, semakin menambah tantangan bagi generasi muda untuk memiliki rumah.


Penulis : Dewi Fajarina Sani

Komentar
  • TERBARU
  • TERPOPULER
  • ACAK