Home - Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Selamat Datang

di Website Resmi Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Menumbuhkan Modal Manusia dalam Konsep Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan Sosial

Peran modal manusia dalam pembangunan ekonomi adalah perdebatan panjang yang semakin mencapai konvergensi. Secara teoritis, seperti halnya jika dikaitkan dengan teori-teori utama Klasik, Malthusian, sampai dengan Neoklasik (yang terefleksi dalam konsep pertumbuhan ekonomi) tidak secara jelas menempatkan modal manusia dalam pertumbuhan ekonomi, maka konsep pertumbuhan yang dicetuskan pasca periode 1960-an memberikan bukti empiris yang kuat dan secara eksplisit menekankan pentingnya peran modal manusia. Paul Romer (1996) dalam bukunya “Human Capital dan Growth: Theory and Evidence” menegaskan bahwa pentingnya peran teknologi yang dibangun melalui pengetahuan yang berasal dari investasi pada modal manusia melalui pendidikan. Demikian pula bahwa modal manusia akan menjadi penarik bagi modal fisik. Artinya, investasi dalam modal manusia yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi melalui kemajuan teknologi yang akan membawa pada peningkatan Total Factor Productivity sebagai hasil dari investasi pendidikan atau modal manusia.

Maka dari itu, tidak dapat dipatahkan bahwa modal manusia memiliki peran signifikan dalam pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara maupun daerah. Namun saat ini dilingkungan kita, kesadaran akan pembangunan modal manusia tidak secara signifikan menjadi fokus arah kebijakan. Terkhusus di Indonesia yang masih minim pengetahuan akan pentingnya pendidikan yang ditinjau melalui rendahnya minat anak untuk melalui proses pendidikan sejak dini (dapat dilihat melalui tingginya angka anak putus sekolah di Indonesia pada tahun 2020-2023). Fakta ini tentu akan mempengaruhi bagaimana masa depan anak-anak muda di Indonesia untuk berdaya saing menghadapi era globalisasi dan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian masa depan.

Setidaknya terdapat tida dampak utama dari diabaikannya modal manusia dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu (1) investasi yang rendah dalam modal manusia akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan, (2) bahwa modal manusia, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan memiliki keterkaitan yang sangat erat, (3) sebagai konsekuensi dari keterkaitan modal manusia dan kesejahteraan, maka modal manusia memiliki dimensi yang lebih luas dari sekedar pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan pendapatan namun merupakan fungsi dimensional yang mencakup pendidikan dan kesadaran.

Meskipun peran modal manusia tidak terbantahkan, namun dalam praktiknya, terdapat variasi sejauh mana modal manusia  berperan positif dalam pertumbuhan ekonomi. Perbedaan capaian kemajuan pertumbuhan ekonomi ditunjukan oleh banyak fakta yang menimbulkan keprihatinan atas capaian pertumbuhan ekonomi yang menciptakan disparitas sosial yang semakin lebar, menunjukan kecacatan atas pemahaman konsep yang berimplikasi pada kebijakan perekonomian yang mengarah pada ketimpangan. Investasi modal manusia tidak semata merupakan ramuan dimensi ekonomi, namun yang lebih luas adalah perak faktor multidimensional lainnya, terutama sosial dan institusional. Seirama dengan itu bahwa investasi modal manusia tidak semata permasalahan ekonomi namun membutuhkan “ancillary variable” atau disebut sebagai faktor penyokong berupa stabilitas politik dan distribusi pendapatan untuk memastikan efektivitas dari kebijakan investasi modal manusia. Kombinasi dari beragam faktor tersebut akan membentuk daya saing sebuah perekonomian yang kemudian akan menentukan kecepatan dari pertumbuhan ekonomi disuatu daerah dan negara.

Peran Modal Manusia dalam Konteks Kebijakan Publik

Dalam konteks pemerintahan, peran modal manusia mendapatkan posisi penting dalam perencanaan maupun implementasi kebijakan. Modal manusia yang diterjemahkan dalam variabel pendidikan selalu menjadi prioritas nasional karena pemerintah menyadari bahwa pentingnya modal manusia untuk mendorong daya saing yang pada akhirnya akan memberikan pengaruh bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Indonesia sebagai negara berkembang yang masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah, capaian daya saing masih dikatakan cukup rendah akibat rendahnya kualitas modal manusia. Worl Economi Forum (Forum Ekonomi Dunia) pada tahun 2019 melaporkan bahwa posisi Indonesia dalam Global Competitiveness Index berapa pada peringkat 28 yang memasukkan Indonesia pada tahapan pembangunan yang berbasis efisiensi.

Menghadapi realitas diatas, penting untuk kembali mempertanyakan konsep pembangunan yang diadopsi pemerintah dalam kebijakan  modal manusianya. Pemerintah dalam hal ini mencakup aparatur yang berada di seluruh daerah-daerah untuk dapat merealisasikan kebijakan yang bersifat sustainable development. Kebijakan SDM yang ada saat ini telah mengerahkan sumber daya yang sangat besar namun minim efektivitas. Artinya, terdapat permasalahan mendasar yang tidak saja terkait dengan kebijakan dan program, namun bagaimana proses implementasinya. Upaya ini akan memberikan kontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mengatahi permasalahan SDM di Indonesia yang akan menghadapi  tantangan semakin besar di masa depan sejalan dengan meningkatnya persaingan global.

Pertumbuhan Modal Manusia dalam Konteks Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial

Modal manusia tidak dipungkiri memiliki peran signifikan. Dalam konteks ekonomi, peran modal manusia dipandang secara sempit sebagai bagian dari input produksi yang membentuk output sehingga berdampak pada kalkulasi modal manusia dalam nilai-nilai moneter. Hal ini jelas mendapatkan banyak kritikan karena dimensi manusia dipandang secara sempit sejajar dengan input lainnya seperti mesin dan lahan yang bersifat statis dan mendegradasikan nilai dari kemanusiaan itu sendiri. Esta Lestari (2020) dalam Jurnal yang berjudul “Membangun Modal Manusia Menuju Pertumbuhan Inklusif yang Berdaya Saing” menegaskan bahwa perlu diakui sejak konsep ekonomi dibangun, para ekonom tradisional mengakui peran input dan output tidak mampu memperhitungkan hal-hal yang tidak dapat dikonversi dalam harga.

Pembangunan inklusif menjadi jalan tengah sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang menyasar perbaikan ekonomi dan non-ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tetap menjadi prasyarat utama bagi peningkatan pendapatan dan untuk memastikan daya saing yang cukup guna mendorong iklim ketenagakerjaan dan investasi. Namun, pertumbuhan ekonomi tidak mencukupi jika tidak mempertimbangkan partisipasi sosial yang memberikan manfaat bagi seluruh kelompok masyarakat dan tidak merusak lingkungan untuk memastikan sumber daya yang berkelanjutan bagi generasi mendatan. Iklim ketenagakerjaan menjadi sulit bagi peningkatan pendapatan sementara pertisipasi sosial memberikan akses dan kesetaraan kesempatan bagi setiap kelompok untuk berperan dalam kegiatan dan proses pembangunan. Kesetaraan, akses dan kesempatan menjadi faktor kunci bagi pemerataan pendapatan yang merupakan kelemahan dari orientasi pertumbuhan ekonomi yang menciptakan ketimpangan.

Sebagai kesimpulan, upaya untuk mencapai modal manusia di Indonesia terkhusus pemerintah di daerah membutuhkan pemahaman yang harus disesuaikan dengan konteks kebijakan. Konsep pendidikan perlu disesuaikan agar berjalan seiring dengan pola piker masyarakat serta nilai yang dipegang. Dengan budaya yang beragam, konsep kesuksesan seorang individu dalam konteks SDM menjadi beragam. Proses intervensi pendidikan akhirnya harus disesuaikan dengan nilai-nilai lokal untuk menjawab peningkatan SDM di Indonesia

Oleh: Christo Aldo Manalu, S.AP

Komentar