Home - Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Selamat Datang

di Website Resmi Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Optimalisasi Pelayanan Publik pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi melalui Pendekatan Citizen Charter

Pada dasarnya Citizen Charter atau kontrak pelayanan merupakan pendekatan baru dalam pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan sebagai pusat perhatian atau unsur yang paling penting. Melalui kontrak pelayanan diharapkan akan dapat membentuk budaya melayani, seperti dalam konsep birokrat. Dalam konteks ini kebutuhan dan kepentingan pengguna layanan menjadi pertimbangan utama dalam keseluruhan proses pemberian layanan. Di dalam praktik, kontrak pelayanan digunakan untuk mendorong penyedia layanan, pengguna layanan dan stakeholders (pemangku kepentingan, pemegang kunci) lainnya untuk membuat “kesepakatan bersama” tentang jenis, prosedur, waktu dan cara memberikan pelayanan.

Persoalan pelayanan publik di Indonesia masih perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang komprehensif. Secara kualitatif hal tersebut dapat dengan mudah dibuktikan dengan berbagai tuntutan pelayanan publik sebagai tanda ketidakpuasan masyarakat. Memang harus diakui bahwa pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat terus mengalami pembaharuan, baik dari sisi paradigma maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan zaman yang mengharuskan Pemerintah melahirkan kebijakan yang bersifat responsifitas.

Pelayanan publik merupakan tanggung jawab Pemerintah pusat maupun daerah atas kegiatan yang ditujukan kepada publik (masyarakat). Rasa puas masyarakat dalam pelayanan publik akan terpenuhi ketika apa yang diberikan oleh Pemerintah sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dalam kehidupan sosial,ekonomi dan politik. Dalam hal ini salah satu contoh organisasi Pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat di daerah saya (Kota Tebing Tinggi) adalah Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Tebing Tinggi. Sesuai dengan Peraturan Walikota (Perwal) tentang Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat 112 di Kota Tebing Tinggi merupakan usaha Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam mengatasi permasalahan kota yang bersifat darurat, supaya cepat dan responsif dalam penaganan kejadian dan meminimalisir jatuhnya korban pada permasalahan darurat (keamanan,bencana alam, kecelakaan, dan permasalahan darurat lainnya).

 

 

Identifikasi Masalah dalam Kebijakan Pelayanan 112 di Kota Tebing Tinggi

Berdasarkan analisis yang saya lakukan ternyata terdapat masalah dalam proses formulasi pelayanan 112 di Kota Tebing Tinggi. Pemerintah sebagai aktor tunggal dalam melahirkan kebijakan ini seperti tidak professional dalam menempatkan tanggung jawab terhapada instansi yang terkait. Dinas Kominfo memang benar sebagai pusat layanan informasi di Kota Tebing Tinggi, namun mengingat tujuan dari pelayanan 112 untuk meminimalisir jumlah permasalahan dalam masyarakat yang bersifat teknis, saya rasa tidak logis apabila tanggung jawab ini diberikan kepada Dinas Kominfo Kota Tebing Tinggi sedangkan penyedia pusat layanan teknis seperti pemadam kebakaran, bencana alam, dll memiliki masing-masing instransi seperti BPBD (Badan Penangulangan Bencana Daerah), Dinas Perhubungan dll. Fenomena tersebut memperlihatkan masih buruknya wajah pelayanan di berbagai bidang dan sektor publik. Pelayanan publik masih belum efektif, tidak efisienm berbelit-belit, kurang professional, prosedur tidak jelas, tidak ada kepastian waktu, belum optimalnya pemanfaatan layanan untuk masyarakat, dan lemahnya partisipasi publik serta dikresi pelayanan juga masih lemah. Dalam hal ini saya akan coba menjelaskan beberapa penjelasan mengapa kebijakan ini tidak efektif dalam proses aktualisasinya:

1. Kordinasi antara Instansi

Menurut saya, tugas dan wewenang Dinas Kominfo Kota Tebing Tinggi dalam kebijakan ini hanya menampung aduan masyarakat bukan pada proses tindaklanjut penanggulangan masalah yang terjadi. Yang menjadi permasalahan sudah otomatis ini tidak efektif dalam proses pelaksanaannya. Contoh, ketika ada masyarakat mengalami kecelakaan dan memerlukan bantuan darurat melalui layanan 112. Ternyata penerima telfon dari aduan 112 adalah pihak 1 dan pihak 1 harus menghubungi pihak 2 (Rumah sakit/Dinas Kesehatan) agar dapat segera dibantu dalam proses aduan tersebut. Kendalanya apabila keadaan darurat, namun pada proses pelaksanaannya Dinas Kominfo juga masih perlu kordinasi kepada pihak ke 2 untuk proses tindak lanjut. Di satu sisi, masyarakat memerlukan bantuan ini secara darurat, namun karena terkendala layanan tidak bersifat langsung maka dapat berakibat fatal dan lari dari porsi tujuan kebijakan dilahirkan.

2. Masyarakat

Pada point ini, memang tidak bisa dikatakan sepenuhnya salah Pemerintah karena berdasarkan info yang saya dapat ternyata masyarakat juga banyak menyalahi aturan dari hadinya layanan ini di Kota Tebing Tinggi. Banyak aduan yang bersifat fiktif terjadi yang mengakibatkan Pemerintah mengalami kesusahan dan akan berdampak pada keraguan pemerintah dalam menindaklanjuti apabila terdapat aduan masyarakat.

Point-point dari permasalahan diatas seharusnya dapat dipertimbangan terlebih dahulu oleh Pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Tujuannya agar kebijakan ini dapat terlaksana dengan baik dan berguna kepada masyarakat. Menurut saya, titik permasalahan ini terjadi akibat Pemerintah kurang memperhatikan beberapa point pokok dalam perumusan kebijakan ini.

Adopsi Citizen Charter untuk Optimalisasi Kebijakan Pelayanan 112 Di Kota Tebing Tinggi.

Tujuan dari terbentuknya kontrak pelayanan (Citizen Charter) memang untuk membuat agar pelayanan publik menjadi lebih tanggap atau responsif, transparan dan bertanggung jawab atau akuntabel, maka perumusan kontrak pelayanan itu harus melibatkan para pengguna layanan, seluruh satuan yang terlibat dalam penyediaan layanan, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Perwakilan Daerah (DPRD), tokoh masyarakat lokal, dan lainnya. Fungsionalitas dalam kontrak pelayanan terlihat bahwa ia akan dapat dijadikan sebagai bentuk rumusan dari kesepakatan bersama yang bersifat terbuka, sebagai intrumen publik untuk mengontrol pelayanan, dan juga sebagai saranan untuk mengatur hak dan kewajiban dari pengguna maupun penyedia pelayanan secara seimbang.

Dengan demikian asumsi yang terdapat di dalam good government sangat sejalan dengan kontrak pelayanan, yaitu bahwa pelayan publik akan menjadi urusan dan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, swasta, dan Masyarakat pengguna pada umumnya. Hasil dari ujicoba di beberapa daerah di Indonesia membuktikan penerapan Citizen Charter ini banyak manfaat yang akan dirasakan, baik oleh birokrasi, penggunaan layanan, maupun stakeholders pengguna lainnya. Manfaat tersebut antara lain adalah:

  1. Dapat memberikan kepastian pelayanan yang meliputi waktu, biaya, prosedur dan cara pelayanan.
  2. Untuk memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pengguna layanan, penyedia layanan, dan stakeholders lainnya dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pelayanan.
  3. Untuk mempermudah pengguna layanan, warga, dan stakeholders lainnya mengontrol praktek penyelenggaraan pelayanan.
  4. Untuk mempermudah manajemen pelayanan memperbaiki kinerja penyelenggaraan pelayanan.
  5. Untuk membantu manajemen pelayanan mengidentifikasi kebutuhan, harapan dan aspirasi pengguna layanan dan stakeholders lainnya.

Terkait dengan itu, pendekatan Citizen Charter diyakini dapat menjadi sebuah terobosan baru dalam menembus kebuntuan dari upaya mewujudkan tata-pemerintahan yang baik dala mpelayanan publik. Pendekatan ini bukan saja diyakini efektif mampu mengubah paradigma pelayanan publik, namun juga mampu membangun strategi kolaborasi untuk membangun “trust” diantara penyedia dan pengguna layanan sehingga kinerja pelayanan publik semakin berkualitas.

Oleh: Christo Aldo Manalu – Dhana Arash Consulting

Komentar