Home - Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Selamat Datang

di Website Resmi Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Analisa Kebijakan Strategis dalam Upaya Mendorong Mutu Pendidikan di Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1         Latar Belakang.. 1

1.2         Gambaran Kondisi Umum... 3

1.2.1     Tingkat Partisipasi Sekolah.. 3

1.2.2     Peta Mutu Pendidikan.. 4

1.3         Tujuan dan Manfaat. 6

BAB II PEMBAHASAN... 7

2.1.        Permasalahan dan Tantangan di Sektor Pendidikan.. 7

2.1.1.    Angka Partisipasi PAUD, Dasar dan Menengah.. 7

2.1.2.    Hasil Pembelajaran.. 7

2.1.3.    Tantangan Pembangunan Pendidikan.. 8

2.2.        Rekomendasi Kebijakan Strategis. 9

BAB III KESIMPULAN... 12

DAFTAR PUSTAKA.. 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara jelas mengamanatkan citacita kemerdekaan untuk menjadi bangsa maju yang sejahtera, cerdas, tertib dan berkarakter, damai abadi serta berkeadilan sosial. Dalam menyongsong 100 (seratus) tahun kemerdekaannya, Indonesia tetap memiliki cita-cita seperti yang ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan mewujudkan cita-cita itu melalui Visi Indonesia 2045 yaitu Indonesia Maju. Penguatan proses transformasi ekonomi dalam rangka mencapai tujuan pembangunan tahun 2045 menjadi fokus utama dalam rangka pencapaian infrastruktur, kualitas sumber daya manusia (SDM), layanan publik, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik.

Kemampuan suatu bangsa untuk berkompetisi di tengah globalisasi dan inovasi teknologi yang tanpa henti tergantung pada kualitas SDM. Dengan pembangunan SDM yang berpadanan dengan kemajuan iptek dan perkembangan dunia global, Indonesia akan siap menyongsong cita-cita kemerdekaan sebagai bangsa berkarakter dan cerdas, yang mampu bersaing dan bahkan berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa maju lainnya di dunia.

Pemerintah mengemban amanat untuk mengendalikan pembangunan SDM melalui ikhtiar bersama semua anak bangsa dalam meningkatkan mutu pendidikan dan memajukan kebudayaan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah kabupaten / kota berwenang dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini, dasar dan kesetaraan, pemerintah provinsi berwenang dalam pengelolaan pendidikan menengah dan pendidikan khusus, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sebagai kementerian teknis pemerintah pusat, berwenang dalam pengelolaan pendidikan tinggi.

Pada periode pemerintahan 2015-2019, Kemendikbud telah mengimplementasikan Nawacita dalam berbagai program kerja prioritas kementerian, seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dan Keterampilan, serta Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Memasuki periode selanjutnya (2020-2024), Kemendikbud kembali mengelola sektor pendidikan. Oleh karena itu, pembangunan SDM yang menjadi kewenangan Kemendikbud akan memperhitungkan tren global terkait kemajuan pesat teknologi, pergeseran sosio-kultural, perubahan lingkungan hidup, dan perbedaan dunia kerja masa depan dalam bidang pendidikan pada setiap tingkatan dan bidang kebudayaan.

Pertama, kemajuan teknologi yang mendorong Revolusi Industri 4.0 bersama dengan terobosan-terobosan yang menyertainya mempengaruhi segala sektor kehidupan. Di seluruh dunia dan di segala industri, diterapkan otomatisasi, kecerdasan buatan, big data, 3D printing dan lain sebagainya. Keterhubungan antar manusia juga semakin meningkat, difasilitasi oleh teknologi, seperti konektivitas 5G yang memungkinkan munculnya kendaraan otonom (autonomous vehicle), dan delivery drone.

Kedua, secara sosio-kultural, terjadi pergeseran demografi dan profil sosio-ekonomi populasi dunia. Semakin banyak orang yang harapan hidupnya lebih panjang dan oleh karenanya dapat bekerja semakin lama. Negara-negara berkembang akan mengalami peningkatan migrasi, urbanisasi, keragaman budaya, dan jumlah kelas menengah. Tenaga kerja akan memiliki fleksibilitas dan mobilitas yang semakin tinggi, sehingga mengaburkan batasan antara pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Konsumen akan semakin peduli akan persoalan etika, privasi, dan kesehatan.

Ketiga, pada bidang lingkungan hidup, kebutuhan akan energi dan air akan terus naik, sedangkan sumber daya alam akan menipis dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan. Penggunaan energi alternatif atau energi bersih akan meningkat untuk melawan dampak dari perubahan iklim dan polusi. Upaya yang dikerahkan untuk mempertahankan keberlanjutan lingkungan hidup dan mengatasi berbagai permasalahan lingkungan juga akan semakin besar.

Keempat, dunia kerja masa depan akan sangat berbeda dari keadaan sekarang. Ketiga perubahan besar yang telah disebutkan sebelumnya membentuk dunia kerja yang berbeda dalam hal struktur, teknologi, dan konsep aktualisasi diri. Struktur pekerjaan akan semakin bersifat fleksibel, tak mengenal batas geografis dan tak terikat akan mengakibatkan pekerja tidak akan terikat pada satu institusi saja sepanjang kariernya. Pekerja lepas dan sementara (freelance dan temporary) akan bertumbuh pesat. Pekerja dari berbagai usia dapat bekerja bersama karena harapan hidup makin panjang, sehingga menuntut penghargaan atas keragaman latar belakang. Teknologi mempermudah pekerjaan sehari-hari, namun juga menuntut penguasaan keterampilan dan pengetahuan baru. Tenaga kerja masa depan juga lebih mampu mengendalikan arah kariernya dan mencari kepuasan pribadi dalam pekerjaannya. Agar dapat berhasil di lingkungan kerja masa depan, Kemendikbud telah menetapkan 6 (enam) profil Pelajar Pancasila yang harus ditumbuhkembangkan di antara peserta didik saat ini, yaitu: kebhinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, mandiri, dan beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia.

Dengan mempertimbangkan empat antisipasi di atas, Kemendikbud, melalui kebijakan Merdeka Belajar, berupaya merangkul semua pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan antara lain keluarga, pendidik dan tenaga kependidikan, lembaga pendidikan, industri dan pemberi kerja, serta masyarakat untuk menghela semua potensi bangsa menyukseskan pemajuan pendidikan dan kebudayaan yang bermutu tinggi bagi semua rakyat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Hal ini tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemendikbud Tahun 2020-2024 yang berfokus pada kebijakan Merdeka Belajar sebagai pedoman bagi pembangunan SDM dalam menata dan memaksimalkan bonus demografi yang menjadi kunci tercapainya bangsa maju yang berkeadilan sosial, seperti yang dicita-citakan oleh para Pendiri Bangsa.

Arah kebijakan sebagaimana dimaksud diatas juga selaras dengan kebijakan pemerintah kabupaten / kota dalam hal ini Pemerintah Kota Tebing Tinggi melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai instansi yang berwenang pengelola pendidikan  usia dini, dasar dan menengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tebing Tinggi turut berperan dalam meningkatkan Angka Partisipasi Pendidikan (APS) dan kualitas  hasil belajar. Hal ini tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tebing Tinggi 2023-2026 .

1.2           Gambaran Kondisi Umum

1.2.1     Tingkat Partisipasi Sekolah

Pendidikan memiliki peran penting dalam suatu negara untuk menciptakan sumber daya manusia yang cerdas, berkualitas, dan berkarakter. Kualitas pendidikan yang memadai diperlukan penduduk untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Melalui pendidikan, seseorang bisa mendapatkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan tata perilaku lainnya untuk menunjang keberhasilan hidupnya.

Salah satu indikator pendidikan di suatu wilayah adalah tingkat partisipasi sekolah. Tingkat partisipasi sekolah bisa dilihat dengan nilai Angka  Partisipasi  Sekolah (APS), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK).  Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda. Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan seperti pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah.

Angka  Partisipasi  Sekolah  (APS) adalah  perbandingan  antara jumlah  murid  kelompok  usia sekolah  tertentu  yang  bersekolah pada berbagai jenjang pendidikan dengan  penduduk  kelompok  usia sekolah  yang  sesuai  dan dinyatakan  dalam  persentase. Makin  tinggi  APS  berarti  makin banyak  usia  sekolah  yang bersekolah di suatu daerah.

Angka  Partisipasi  Kasar  (APK) adalah  proporsi  anak  sekolah pada  suatu  jenjang  pendidikan tertentu  dalam  kelompok  umur yang  sesuai  dengan  jenjang pendidikan  tersebut.  Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak  usia  sekolah  yang bersekolah  di  suatu  jenjang pendidikan pada suatu wilayah.

Angka  Partisipasi  Murni  (APM) adalah  proporsi  anak  sekolah pada  suatu  kelompok  tertentu yang  bersekolah  pada  tingkat yang  sesuai  dengan  kelompok umurnya.  APM  selalu  lebih rendah  dibanding  APK  karena pembilangnya  lebih  kecil sementara penyebutnya sama.

Berkenaan dengan tingkat partisipasi sekolah, Pemerintah Kota Tebing Tinggi melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan turut berkontribusi dalam berbagai capaian yang menunjukkan semakin meningkatnya angka partisipasi sekolah, menurunnya tingkat putus sekolah, dan capaian-capaian lainnya. Secara keseluruhan, kinerja positif ini mendorong majunya nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM).

Berdasarkan data yang diperoleh, Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni menurut jenjang pendidikan di Kota Tebing Tinggi dapat dilihat pada tabel berikut.

Jenjang Pendidikan
Educational Level
Angka Partisipasi Murni (APM)
Net Participation Rates
Angka Partisipasi Kasar (APK)
Gross Participation Rates
2021 2022 2021 2022
SD/MI
Elementary School
98.1 120.97 109.97 109.34
SMP/MTs
Junior High School
83.06 97.59 86.13 81.13
SMA/SMK/MA
Senior High School
66.78 84.65 91.68 60.10

Tabel 1 Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan di Kota Tebing Tinggi, 2021 dan 2022

1.2.2     Peta Mutu Pendidikan

Peta Mutu Pendidikan adalah representasi visual yang menyoroti profil mutu satuan pendidikan dalam wilayah tertentu yang menggambarkan karakteristik mutu satuan pendidikan berdasarkan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dengan kata lain, peta mutu diperoleh dari suatu proses pemetaan berjenjang mulai dari tingkat satuan pendidikan dengan output berupa profil mutu yang di tingkat berikutnya diagregasi dalam batasan wilayah tertentu.

Sumber data dari penyusunan peta mutu di tiap tingkatan wilayah adalah data profil di tingkat satuan pendidikan yang memuat informasi kuantitatif dan kualitatif kondisi satuan pendidikan dalam lingkup standar nasional pendidikan. Agregasi profil satuan pendidikan di tingkat selanjutnya diharapkan dapat disusun untuk menjawab kebutuhan para pemangku kepentingan untuk mendorong satuan pendidikan dalam melakukan upaya penjaminan mutu. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk menyusun profil capaian kinerja satuan pendidikan atas Standar Nasional Pendidikan adalah instrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS). EDS dapat digunakan satuan pendidikan untuk mengumpulkan data entitas satuan pendidikan dan data kualitas layanan pendidikan dengan acuan SNP.

Gambar 1 Peta Mutu Pendidikan Kota Tebing Tinggi

Sebuah siklus dalam konteks sistem penjaminan mutu mensyaratkan output proses pemetaan yang berupa peta mutu pendidikan dapat menjadi input bagi proses peningkatan mutu berkelanjutan. Secara operasional proses peningkatan mutu yang dilakukan oleh pihak eksternal berupa program supervisi dan fasilitasi kepada satuan pendidikan. Penyusunan program supervisi dan fasilitasi dalam berbagai bentuknya dapat dilakukan apabila peta mutu yang disusun dapat digunakan sesuai kebutuhan.

Untuk itu peta mutu pendidikan berbasis hasil capaian SNP hendaknya dapat dikembangkan menjadi peta dengan tema-tema tertentu yang lebih spesifik sesuai data dan informasi yang ada dalam profil satuan pendidikan. Secara umum peta mutu pendidikan disusun untuk dapat digunakan sebagai data awal (baseline data) kondisi nyata tentang pemenuhan dan pencapaian delapan Standar Nasional Pendidikan dan indikatornya yang akan memudahkan pemangku kepentingan dalam menyusun perencanaan program dan penganggaran peningkatan mutu agar memiliki tujuan, ruang lingkup, sasaran, target, dan tahapan yang jelas. Secara khusus tujuan penyusunan peta mutu dapat diturunkan dalam tingkat wilayah sebagai berikut:

  • Pemerintah kabupaten / kota dapat melakukan agregasi profil mutu satuan pendidikan untuk penyusunan kebijakan, program, dan angaran pendidikan di wilayah kabupaten / kota.
  • Pemerintah provinsi dapat melakukan pemetaan mutu di daerahnya dan menggunakannya sebagai dasar dalam penyusunan peraturan daerah tentang pendidikan, perencanaan program dan penganggaran pendidikan, dan koordinasi antar kabupaten / kota dalam pelayanan pendidikan yang bermutu.
  • Pemerintah dapat menggunakan profil mutu satuan pendidikan untuk menyusun peta mutu pendidikan nasional sebagai bahan penyusunan peraturan perundang-undangan, penguatan kapasitas kelembagaan, dan pengalokasian anggaran di sektor pendidikan.

1.3      Tujuan dan Manfaat

Karya tulis ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan telaahan dan rekomendasi secara komprehensif yang dapat dijadikan rujukan dalam menentukan solusi terhadap pengembangan potensi Kota Tebing Tinggi di sektor pendidikan dan kebudayaan.

Dengan adanya karya tulis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam mendorong peningkatan mutu pendidikan khususnya bagi Pemerintah Daerah sehingga mendorong kualitas pembangunan manusia di Kota Tebing Tinggi.

 

BAB II PEMBAHASAN

2.1.         Permasalahan dan Tantangan di Sektor Pendidikan

2.1.1.   Angka Partisipasi PAUD, Dasar dan Menengah

Kota Tebing Tinggi telah berhasil meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) di level pendidikan anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi sebagaimana ditunjukkan sebelumnya. Namun jika dibandingkan dengan APS secara nasional, Kota Tebing Tinggi masih membutuhkan peningkatan melalui kebijakan dan program strategis Pemerintah Daerah.

Ada beberapa faktor penyebab rendahnya angka partisipasi sekolah, diantaranya:

  • Faktor Aksesibilitas

Aksesibilitas menurut Black dalam (Miro, 2005:18) merupakan konsep yang menggabungkan (mengkombinasikan) sistem tata guna lahan geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya, dimana perubahan tata guna lahan, yang menimbulkan zona-zona dan jarak geografis di suatu wilayah atau kota, akan mudah dihubungkan oleh penyediaan prasarana atau sarana angkutan. Dalam hal ini, aksesibilitas terhadap fasilitas pendidikan dipengaruhi oleh jarak tempuh, waktu tempuh, biaya transportasi, kondisi jalan, dan moda transportasi.

  • Faktor Motivasi

Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih dekat pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya (Uno, 2011:1). Berdasarkan teori motivasi sebagaimana dimaksud, dalam hal ini tingkat partisipasi sekolah sangat dipengaruhi oleh: keinginan melanjutkan pendidikan, kebutuhan melanjutkan pendidikan, harapan dan cita-cita, serta lingkungan dan budaya.

2.1.2.   Hasil Pembelajaran

Ada berbagai isu yang berkontribusi pada rendahnya hasil pembelajaran peserta didik di Kota Tebing Tinggi. Pertama, pedagogi dan efektivitas pengajaran para guru di Kota Tebing Tinggi masih perlu diperbaiki. Guru sering bertindak sebagai penerus pengetahuan, bukan fasilitator pembelajaran. Banyak guru disinyalir tidak memfokuskan pengembangan karakter dan membangkitkan keinginan belajar. Dalam hal guru mengajukan pertanyaan, sekitar 90% (sembilan puluh persen) dari tanggapan siswa hanya berupa jawaban satu kata. Cara guru bertanya bersifat dangkal, belum mendukung munculnya keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills) dan kemampuan menjelaskan logika pemikiran.

Kedua, kurikulum yang berlaku di Indonesia sering dipandang kaku dan terfokus pada konten. Tidak banyak kesempatan tersedia untuk betul-betul memahami materi dan berefleksi terhadap pembelajaran. Isi kurikulum juga dianggap terlalu teoretis, sulit bagi guru untuk menerjemahkannya secara praktis dan operasional dalam materi pembelajaran dan aktivitas kelas.

Ketiga, tata kelola pendidikan Indonesia juga belum mendukung maksimalnya hasil pembelajaran peserta didik. Ada indikasi bahwa anggaran yang dialokasikan untuk pelatihan guru dan bantuan sekolah tidak menunjukkan korelasi yang berarti dengan peningkatan kualitas pembelajaran. Guru dan kepala sekolah tidak diberikan insentif nyata untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Adapun sejumlah besar guru honorer dibayar di bawah upah minimum regional.

2.1.3.   Tantangan Pembangunan Pendidikan

Berkaca dari permasalahan yang ada, penulis mengidentifikasi 9 (sembilan) tantangan yang dihadapi dalam pemajuan pendidikan berkenaan dengan ekosistem pendidikan, guru, pedagogi, dan kurikulum / program di Kota Tebing Tinggi, diantaranya:

  1. Memerdekakan pembelajaran sebagai beban menjadi pembelajaran sebagai pengalaman menyenangkan;
  2. Memerdekakan sistem pendidikan yang tertutup (pemangku kepentingan bertindak sendiri-sendiri) menjadi sistem pendidikan yang terbuka (pemangku kepentingan bekerja sama);
  3. Memerdekakan guru sebagai penerus pengetahuan menjadi guru sebagai fasilitator pembelajaran;
  4. Memerdekakan pedagogi, kurikulum, dan asesmen yang dikendalikan oleh konten menjadi berbasis kompetensi dan nilai-nilai;
  5. Memerdekakan pendekatan pedagogi yang bersifat pukul rata (one size fits all) menjadi berpusat pada peserta didik dan personalisasi;
  6. Memerdekakan pembelajaran manual/tatap muka menjadi pembelajaran yang difasilitasi oleh teknologi;
  7. Memerdekakan program-program pendidikan yang dikendalikan oleh pemerintah menjadi program yang relevan bagi industri;
  8. Memerdekakan pendidikan yang dibebani oleh perangkat administrasi menjadi bebas untuk berinovasi; dan
  9. Memerdekakan ekosistem pendidikan yang dikendalikan pemerintah menjadi ekosistem yang diwarnai oleh otonomi dan partisipasi aktif (agency) semua pemangku kepentingan.

2.2.         Rekomendasi Kebijakan Strategis

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap permasalahan dan tantangan di sektor pendidikan khususnya di Kota Tebing Tinggi, penulis mencoba menganalisis dan memberikan rekomendasi kebijakan strategis untuk mendorong pembangunan pendidikan di Kota Tebing Tinggi. Rekomendasi kebijakan strategis sebagaimana dimaksud berfokus dalam menjawab permasalahan  dalam rangka peningkatan mutu layanan pendidikan.

Dalam hal ini, kondisi yang ingin dicapai dalam peningkatan mutu layanan pendidikan adalah:

  1. kepemimpinan pendidikan yang berorientasi kepada kepemimpinan instruksional (instructional leadership) menguat;
  2. kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan merata dan meningkat; dan
  3. proses pembelajaran meningkat mutunya.

Strategi yang dapat dilakukan dalam rangka penguatan kepemimpinan instruksional (instructional leadership) di sekolah adalah:

  1. memperkuat peran pengawas sekolah dan kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional, pendamping bagi guru, dan mendukung pembentukan komunitas pembelajar sekolah; dan
  2. mengembangkan kompetensi pengawas sekolah dan kepala sekolah dalam peran mereka untuk menjaga kinerja guru secara efektif dan memberikan umpan balik yang konstruktif terhadap guru.

Strategi yang dapat dilakukan dalam rangka pemerataan dan peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan adalah:

  1. mengembangkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan melalui skema Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak;
  2. mengembangkan Balai Guru Penggerak (Center of Excellence) di setiap provinsi untuk menciptakan ekosistem belajar guru yang berdaya, aktif, kolaboratif, inklusif, berkelanjutan dan inovatif sehingga dapat menunjang pembelajaran siswa di sekolah;
  3. melakukan transformasi Pendidikan Profesi Guru (PPG) melalui seleksi masuk yang lebih baik, kurikulum yang berorientasi pada praktik dan penggunaan teknologi, pengajar yang menguasai praktik di sekolah, dan ujian kelulusan yang menekankan keterampilan mengajar dan kemampuan berefleksi;
  4. berkonsultasi dengan pemerintah daerah agar Guru Penggerak dapat diarahkan menjadi pemimpin-pemimpin pendidikan, seperti menjadi Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Kepala Dinas Pendidikan;
  5. bekerja sama secara erat dengan pemerintah daerah untuk melakukan redistribusi guru secara lebih merata dan memastikan rekrutmen guru yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan di tingkat satuan pendidikan;
  6. menerapkan berbagai inovasi termasuk multi-subject teaching untuk meningkatkan ketersediaan guru dengan tetap memegang prinsip efisiensi dan efektivitas; dan
  7. membuka akses satuan pendidikan dan guru terhadap pembiayaan di luar APBN seperti: pembiayaan oleh daerah, pihak ke-3 (contoh: Pengabdian Masyarakat Perguruan Tinggi, CSR, investasi DU/DI) ataupun dari dana BOS dan TPG untuk mendukung pembiayaan bagi upaya pemerataan dan peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.

Strategi yang dapat dilakukan dalam rangka penguatan proses pembelajaran adalah:

  1. mendorong guru untuk mengubah strategi pembelajaran yang berlandaskan paradigma pengajaran (teaching) menjadi strategi pembelajaran kreatif berlandaskan paradigma pembelajaran (learning), berpusat pada peserta didik dan mendorong peserta didik untuk saling berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi;
  2. memanfaatkan Sekolah Penggerak untuk mendorong dan membina penguatan proses pembelajaran di sekolah-sekolah lain;
  3. membina guru agar dapat menyiapkan rencana pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan dan karakteristik masing-masing peserta didik (normal, remedial, dan pengayaan);
  4. mengembangkan kurikulum di semua jenjang dan jalur pendidikan yang dapat didiversifikasi melalui adopsi, adaptasi atau disesuaikan oleh satuan pendidikan dan pemerintah daerah yang didasarkan atas kebutuhan, konteks dan karakteristik daerah;
  5. melakukan program-program khusus kepada siswa-siswa yang memiliki kompetensi kurang atau di bawah standar minimum;
  6. melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk DU/DI, untuk melakukan penguatan dan pendampingan pada satuan pendidikan dalam pengembangan dan implementasi kurikulum di tingkat satuan pendidikan; dan
  7. pengkajian dan evaluasi dalam rangka pengembangan kurikulum secara berkelanjutan.

BAB III KESIMPULAN

Pendidikan memiliki peran penting dalam suatu negara untuk menciptakan sumber daya manusia yang cerdas, berkualitas, dan berkarakter. Kualitas pendidikan yang memadai diperlukan penduduk untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Melalui pendidikan, seseorang bisa mendapatkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan tata perilaku lainnya untuk menunjang keberhasilan hidupnya.

Dalam hal peningkatan potensi Kota Tebing Tinggi pada sektor Pendidikan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan hasil pembelajaran masih perlu menjadi perhatian. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah yang tertuang dalam kebijakan dan program strategis oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

Kebijakan dan program strategis sebagaimana dimaksud bertujuan untuk mencapai beberapa kondisi, diantaranya:

  1. kepemimpinan pendidikan yang berorientasi kepada kepemimpinan instruksional (instructional leadership) menguat;
  2. kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan merata dan meningkat; dan
  3. proses pembelajaran yang meningkat mutunya.

DAFTAR PUSTAKA

  • Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
  • Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah
  • Kemdikbud. 2017. Indikator Mutu dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah.
  • https://tebingtinggikota.bps.go.id/
  • https://repositori.kemdikbud.go.id/

 

Penulis : Ebram Ignatius Situmorang

Komentar